1.
DEFINISI
Preeklamsi
adalah penyakit dengan tanda – tanda hipertensi, proteinuria, dan edema yang
timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke3 pada
kehamilan tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa
(Prawirohardjo,2005).
Preeklamsi
merupakan penyakit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,intra, dan
postpartum. Dari gejala klinik preeklamsia dapat menjadi preeklamsia ringan dan
berat (Sarwono,542:2008).
Preeklamsia merupakan kumpulan
gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri
dari trias yaitu proteinuri, hipertensi,dan edema, yang
kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu
tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan-kelainan vaskular atau
hipertensi sebelumnya ( Mochtar, 2007).
2.
ETIOLOGI
Penyebab preeklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan pasti,
walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju.
Semuanya baru didasarkan pada teori yang dihubung-hubungkan dengan kejadian.
Itulah sebab preeklamsia disebut juga “disease
of theory”, gangguan kesehatan yang berasumsi pada teori.
a. Peran
Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat,
aktifasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan
diganti trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga
terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
b. Peran Faktor Imunologis
Menurut Rukiyah (2010), Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama
dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini
dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E. Beberapa
wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi juga
mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada PE-E diikuti proteinuria.
c. Faktor Genetik
Beberapa
bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:
·
preeklamsia
hanya terjadi pada manusia
·
terdapatnya
kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang
menderita PE-E
·
kecenderungan
meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E
dan bukan pada ipar mereka
·
peran
renin-angiotensin-aldosteron sistem (RAAS).
Yang jelas preeklamsia merupakan salah satu penyebab
kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila
ibu hamil ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan
dan kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.
Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor
yang dapat menunjang terjadinya preeklamsia . Faktor-faktor tersebut antara
lain,gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim. Faktor resiko
terjadinya preeklamsia, preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama
kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas usia 40 tahun.
Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan darah tinggi yang kronis sebelum
kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya, riwayat preeklamsia pada
ibu atau saudara perempuan, kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi,
riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis.
3. PATOFISIOLOGI
Vasokontrisik
merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokontrisi menimbulkan peningkatan total
perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokontrisi juga akan
menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadinya kerusakan
endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel.
Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokontriksi arteri spiralis
akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya
akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia / anoksia jaringan merupakan
sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidase itu sendiri
memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan
mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses
oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan Peroksidase lemak jenuh. Peroksidase
lemak merupakan radikal bebas. Apabila kesinambungan antara peroksidase
terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul
keadaan yang disebut stress oksidatif.
Pada PE-E
serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya
peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung
transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang
cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan
lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang
dilewati termasuk sel – sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel
endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara
lain : adhesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel
terhadap plasama, terlepasnya ezim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai
akibat rusaknya trombosit, produksi prostasiklin terhenti, terganggunya
keseimbangan prostasiklin dan tromboksin, terjadinya hipoksia plasenta akibat
konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
4. JENIS – JENIS PREEKLAMSIA
a.
Preeklamsia Ringan
Preeklamsia
ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan atau edema setelah
umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul
sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. Penyebab preeklamsia
ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat
vasospasme general dengan segala akibatnya.
Gejala
klinis preeklamsia ringan meliputi :
- Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai 110 mmHg
- Proteinuria : secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif positif 2 (+2)
- Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan.
- Pemeriksaan dan Diagnosis untuk menunjang keyakinan bidan atas kemungkinan ibu mengalami Preeklamsia ringan jika ditandai dengan :
- Kehamilan lebih 20 minggu ; kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih dengan pemeriksaan 2 kali selang 6 jam dalam keadaan istirahat (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 kali setelah istirahat 10 menit)
- Edema tekan pada tungkai (pretibia), dinding perut, lumbosakral, wajah atau tangan
- Proteinuria lebih 0,3 gr/liter/24 jam, kualitatif +2
Penanganan
Preeklamsia Ringan dapat dilakukan dengan dua cara tergantung gejala yang
timbul yakni :
1.
Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu
dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein,
rendah karbohidrat,lemak dan garam; pemberian sedativa ringan : tablet
phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi
dokter); roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium:
hemoglobin, hematokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati,
fungsi ginjal.
2.
Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria
: setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan
dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu
selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala
atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila
setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia
ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit
sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita
tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan
dengan perawatan rawat jalan.
Perawatan obstetri pasien preeklamsia ringan :
1.
Kehamilan preterm (kurang 37 minggu) : bila desakan darah mencapai
normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu sampai aterm; bila desakan
darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama perawtan maka kehamilanya
dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
2.
Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi
onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan paa taksiran
tanda persalinan.
3.
Cara persalinan : persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu
memperpendek kala II.
b.
Preeklamsia
Berat
Preeklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan
yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai
proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Gejala dan
tanda preeklamsia berat :
·
Tekanan darah sistolik >160 mmHg
·
Tekanan darah diastolik >110 mmHg
·
Peningkatan kadar enzim hati
atau/dan ikterus
·
Trombosit <100.000/mm3
·
Oliguria <400 ml/24 jam
·
Proteinuria >3 gr/liter
·
Nyeri epigastrum
·
Skotoma dan gangguan visus lain atau
nyeri frontal yang berat
·
Perdarahan retina
·
Odem pulmonum
Penyulit
lain juga bisa terjadi yaitu, kerusakan organ-prgan tubuh seperti :
·
Gagal jantung
·
Gagal ginjal
·
Gangguan fungsi hati
·
Gangguan pembekuan darah
·
Sindroma HELLP
·
Bahkan dapat terjadi kematian pada
janin, ibu, atau keduanya apabila preeklamsia tidak segera diatasi dengan baik dan
benar.
Ditinjau
dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pereklamsia berat selama
perawatan dibagi menjadi :
a.
Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau
diterminasi ditambah pengobatan medicinal
b.
Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pengobatan medisinal.
1.
Perawatan Aktif, sedapat mungkin
sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan
Nonstress test (NST) dan Ultrasonografi (USG), dengan indikasi :
·
Ibu : usia kehamilan 37 minggu atau
lebih, adanya tanda-tanda atau gejala impending eklamsi, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan 24
jam perawatan edicinal, ada gejala – gejala status duo ( tidak ada perbaikan ).
·
Janin : hasil fetal assessment jelek
( NST & USG ) : adanya tanda Intra Uterine Growt Retardation (IUGR)
·
Hasil Laboratorium : adanya “HELP
Syndrome” (hemolisis dan peningkatan fungsi hepar, trombositopenia
2. Pengobatan
medisinal pasien preeklamsia berat (dilakukan di rumah sakit dan atas instruksi
dokter), yaitu : segera masuk rumah sakit, tirah baring miring ke satu, tanda
vital diperiksa setiap 30 menit, refleks patela setiap jam, infus dextrose 5%
dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (60-125 cc/jam), berikan
antasidan, diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam, pemberian obat
anti kejang : MgSO4, diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda – tanda
edema paru, payah jantung kongesif atau edema anasrka. Diberikan furosemid
injeksi 40 mg/IM
3. Antihipertensi
diberikan bila : tekanan darah sistolik labih dari 180 mmHg, diastolik lebih
dari 110 mmHg atau
4. Bila
dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang
biasa dipakai 5 ampul dalam 500cc cairan infus atau press disesuaikan dengan
tekanan darah.
5. Bila
tidak tersedia anti hipertensi parenteral dapat diberikan tablet anti
hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5 kali. Bersama
dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara
oral (Syakib Bakri,1997)
6. Pengobatan
jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda – tanda menjurus payah jantung,
diberikan digitalis cepat dengan cedilanid D.
7. Lain-lain
: konsul bagian penyakit dalam/jantung, mata; obat-obat antipiretik diberikan
bila suhu rectal lebih 38,50c dapat dibantu dengan pemberian kompres
dingin atau alkohol atau xylomidon 2cc IM; antibiotik diberikan atas indikasi.
Diberikan ampicilin 1 gr/6jam/IV/hari; anti nyeri bila penderita kesakitan atau
gelisah karena kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali
saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
c. Pereklamsia
Berat Pada Persalinan
Penanganan
ibu dengan preeklamsia berat pada saat persalinan, dilakukan tindakan dirawat
inap antara lain :
1. Istirahat
mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi; berikan diet rendah garam, lemak
dan tinggi protein; berikan suntikan MgSO4 8 gr IM, 4 gr di bokong kanan dan 4
gr di bokong kiri. Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patela +, diuresis 100
cc dalam 4 jam terakhir, respirasi 16x/menit dan harus tersedia antidotumnya
yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10cc; infus dektros 5% dan Ringer
Laktat; berikan obat antihipertensi : injeksi katapres 1 ampul 1 mg dan
selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3x1/2 tablet atau 2x1/2 tablet
sehari; diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum , edema paru,
dan kegagalan jantung kongesif. Untuk itu dapat disuntikkan 1 ampul IV Lasix;
segera setelah pemberian MgSO4 kedua, dilakukan induksi partus dengan atau
tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10 satuan dalam infus
tetes(dilakukan oleh bidan atau dokter).
2. Kala
II harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi vakum atau forceps, jadi
ibu dilarang mengedan (dilakukan oleh dokter ahli kandungan); jangan berikan
methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia
uteri; pemberian MgSO4 kalu tidak ada kontraindikasi, kemudian diteruskan dengan
dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum.
3. Bila
ada indikasi obstetric dilakukan seksio caesarea, perhatikan bahwa : tidak ada
koagulopati; anestesi yang aman atau terpilih adalah anestesi umum jangan lakukan
anstesi lokal, sedang anestesi spinal berhubungan dengan resiko (dilakukan oleh
dokter ahli kandungan).
4. Jika
anestesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm terlalu kecil, lakukan
persalinan pervaginam. Jika servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5
IU dalam 500 ml dextrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (atas
intruksi dokter boleh diberikan oleh bidan).
Pengobatan
obstetric
1. Cara
terminasi kehamilan yang belum inpartu
a. Induksi
persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai bishop 5 atau lebih dan
dengan fetal heart monitoring.
b. Seksio
sesaria (dilakukan oleh dokter ahli kandungan), bila : fetal assesmant jelek.
Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai bishop kurang dari 5) atau
adanya kontraindikasi tetesan oksitosin; 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin
belum masuk fase aktif. Pada primigrafida lebih diarahkan untuk dilakukan
terminasi dengan seksio sesaria.
2. Cara
terminasi kehamilan yang sudah inpartu
Kala I fase laten : 6
jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria; fase aktif : amniotomi
saja, bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkapmaka
dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin.
Kala II : pada
persalinan per vaginam maka kala II diselesaikandengan partus buatan. Amniotomi
dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang kurangnya 3 menit setelah pemberian
pengobatan medicinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan
memungkinkan, terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.
3. Perawatan
preeklampsi berat pada post partum
Pemberian anti
konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang berakhir; teruskan
terapi anti hipertensi jika tekana diastolic masih >10 mmHg; pantau jumlah
urin.
4. Cara
pemberian MgSO4
a. Dosis
awal sekitar 4 gr MgSO4 IV (20% dalam 20 cc) selama 1 gr/menit kemasan 20%
dalam 25 cc larutan MgSO4 (3-5 menit). Diikuti segera 4 gr dibokong kiri dan 4
gr di bokong kanan (40% dalam 10cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan 1cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin
pada suntikan IM.
b. Dosis
ulangan : diberikan 4 gr IM 40% setelah pemberian dosis awal lalu dosis ulangan
diberikan 4 gr IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
c. Syarat-syarat
pemberian MgSO4; tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium glokonas 10%, 1 gr (10%
dalam cc) diberikan intravena dalam 3 menit; reflex patella positif kuat;
frekuensi pernafasan lebih 16 kali permenit; produksi urine lebih 100cc dalam 4
jam sebelum (0,5 cc/kg BB/jam).
d. MgSO4
dihentikan bila : ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,
reflex fisiologi menurun, fungsi hati terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan
selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernafasan
karena ada serum 10U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Reflex
fisiologi menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernfasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
e. Bila
timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfatt : hentikan pemberian magnesium
sulfat berikan calcium glukosa 10% 1 gr (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu
3 menit; berikan oksigen; lakukan pernafasan buatan.
f. Magnesium
sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi
perbaikan (normotensif).
5.
EPIDEMIOLOGI PREEKLAMPSIA
a.
Frekuensi Preeklampsia
Di Indonesia frekuensi kejadian Preeklampsia sekitar
3-10% (menurut Triadmojo, 2003) sedangkan di Amerika serikat dilaporkan bahwa
kejadian Preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000
kelahiran). (menurut Dawn C Jung, 2007).
Pada primigravida frekuensi Preeklampsia lebih tinggi
bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, pada (tahun
2000) mendapatkan angka kejadian Preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan
Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1413 persalinan selama periode 1
Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan Preeklampsia sebesar 61 kasus
(4,2%) dan eklamsia 13 kasus eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama
dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%).
b.
Faktor Risiko Preeklampsia
·
Riwayat Preeklampsia
·
Primigravida, karena pada
primigravida pembentukan antibody penghambat (blocking antibodies) belum
sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya Preeklampsia
·
Kegemukan
·
Kehamilan ganda, Preeklampsia lebih
sering terjadi pada wanita yang mempunyai bayi kembar atau lebih.
·
Riwayat penyakit tertentu. Penyakit
tersebut meliputi hipertensu kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit
degenerate seperti reumatik arthritis atau lupus.
6.
DIAGNOSIS
Diagnosa
dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortilitas rendah
bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsi sukar dicegah, namun
preeklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan dengan mengenal
secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna.
Diagnosis
diferntial antara preeklampsi dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal
tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan
darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda, atau 6 bulan postpartum
akan sangat berguna untuk membuat diagnosis.pemeriksaan fuduskopi juga berguna
karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada preeclampsia, kelainan
tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit
ginjal saat timbulnya proteinuria pada preeklampsi jarang timbul sebelum
trimester 3, sedang pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Test fungsi
ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsi
ringan.
7.
DETEKSI
DINI
Karena
preeklampsi tidak dapat dicegah, yang terpenting adalah bagaimana penyakit ini
dapat dideteksi sedini mungkin. Deteksi dini didapatkan dari pemeriksaan
tekanan darah secara rutin pada saat pemeriksaan kehamilan. Karena itu
pemeriksaan kehamilan rutin mutlak dilakukan agar preeklampsi dapat terdeteksi
cepat untuk meminimalisir kemungkinan komplikasi yang lebih fatal. Pemeriksaan
tekanan darah harus dilakukan dengan seksama, dan usahakan dilakukan oleh orang
yang sama mialnya bidan atau dokter.
8.
DIET
PREEKLAMSIA
Ciri
khas dari diet preeklampsi memperhatikan asupan garam dan protein. Tujuan dari
pemberian diet preeklampsi dengan tujuan : mencapai dan mempertahankan status
gizi optimal, mencapai dan mempertahankan tekanan darah agar tetap normal,
mencegah dan mengurangi retensi garam dan air/cairan, mencapai keseimbangan
nitrogen, menjaga agar mencegah timbulnya factor resiko lain atau penyulit baru
pada saat kehamilan atau setelah persalinan.
Syarat
diet pada preeklampsi harus diperhatikan : energy dan zat gizi yang diberikan
secara bertahap sesuai dengan kemempuan pasien dalam menerima makanan;
penambahan energy tidak melebihi 300 kkal dari makanan atau diet sebelum hamil,
garam diberikan rendah sesuai dengan berat ringanya retensi garam atau air.
Penambahan berat badan diusahakan dibawah 3 kg/bulan atau dibawah 1 kg/minggu;
protein tinggi (1 ½ -2 gram/kgBB); pemberian lemak sedang, sebagian lemak
berupa lemak tak jenuh tunggal dan lemak tak jenuh ganda; vitamin cukup;
vitamin C dan B6 diberikan sedikit lebih tinggi; mineral cukup terutama calcium
dan kalium; bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan pasien; cairan
diberikan 2500 ml/hari. Pada keadaan Oliguria cairan dibatasi dan disesuaikan
dengan cairan yang keluar melalui urine, muntah, keringat dan pernafasan.
Ada 3 macam pemberian
diet untuk preeklampsi yaitu :
1. Diet
preeklampsi I, diet ini diberikan pada pasien dengan preeklampsi berat. Makanan
diberikan dalam bentuk cair yang terdiri dari sari buah dan susu. Jumlah cairan
diberikan paling sedikit 1500 ml sehari peroral dan kekurangannya diberikan
secara parenterl. Karena makanan ini kurang mengandung zat gizi dan energy,
maka hanya diberikan 1-2 hari saja.
2. Diet
preeklampsi II diberikan kepada preeklampsi yang penyakitnya tidak terlalu
berat atau sebagai makanan peralihan dari diet preeklampsi I. makanan diberikan
dalam bentuk saring atau lunak dan diberikan sebagai diet rendah garam I. dalam
diet ini makanan yang diberikan cukup mengandung energy dan zat gizi lainnya.
3. Diet
preeklampsi III diberikan kepada pasien dengan preeklampsi ringan atau sebagai
peralihan dari diet preeklampsi II. Pada diet ini makanan mengandung protein
tinggi dan rendah garam. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Pada
diet jumlah energy harus disesuaikan dengan kenaikan berat badan yang boleh
lebih dari 1 kg/bulan. Pada diet ini makanan yang diberikan mengandung cukup
semua zat gizi dan energy.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.dr.I.B.G.Manuaba,SP.OG(K),dr.I.A.ChandranitaManuaba,SP.OG,dr.I.B.G.Fajar
Manuaba,Sp.OG;Pengantar Kuliah Obstetri;EGC
Buku Ajar Keperawatan Maternita,Edisi 4;EGC
Bobak, Margaret Duncan. 2000. Perawatan
Maternitas dan Ginekologi. Bandung : YIA-PKP
Cuningham, F. Gary.Dkk. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
Rukiyah, Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi.Jakarta : TIM
Wiknjosastro,
Hanifa, 2006. Ilmu kebidanan, Edisi 3, Yayasan Pustaka Sarwono
Prawirohadjo :Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar